K.H. Sirajuddin Abbas (lahir di Bengkawas, kabupaten Agam, kota
Bukittinggi, Sumatera Barat, 20 Mei 1905 – meninggal 5 Agustus 1980 pada
umur 75 tahun) adalah seorang ulama, politisi dan menteri Indonesia.
Sirajuddin Abbas dikenal sebagai seorang ulama Syafi'iyah dan tokoh utama Perti. Ia juga pernah diserahi amanah sebagai Menteri Kesejahteraan Umum dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I dengan masa bakti dari tanggal 30 Juli 1953 sampai 12 Agustus 1955. Ia menggantikan Sudibjo yang mengundurkan diri.
Sebagai seorang ulama, ia sangat gigih dalam mempertahankan mazhab Ahlussunnah wal Jamaah, khususnya mazhab Syafi'i dalam bidang ilmu fikih.
Sirajuddin Abbas dikenal sebagai seorang ulama Syafi'iyah dan tokoh utama Perti. Ia juga pernah diserahi amanah sebagai Menteri Kesejahteraan Umum dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I dengan masa bakti dari tanggal 30 Juli 1953 sampai 12 Agustus 1955. Ia menggantikan Sudibjo yang mengundurkan diri.
Sebagai seorang ulama, ia sangat gigih dalam mempertahankan mazhab Ahlussunnah wal Jamaah, khususnya mazhab Syafi'i dalam bidang ilmu fikih.
Sirajuddin Abbas, memulai pendidikan dari orangtuanya sendiri, dalam buku ia dituliskan bahwa di tahun 1910-1913 M ia memulai belajar membaca Al-Qur'an kepada ibunya, yang kemudian dilanjutkan belajar kitab berbahasa arab dengan bapak ia, Syeikh Haji Abbas di Ladang Lawas, juga dituturkan bahwa di antara tahun itu, ia juga pernah belajar di pesantren-pesantren Syeikh Haji Husein Pakan Senayan, Tuanku Imran Limbukan Pajakumbuh, Sumatera Barat, namun tidak berlangsung lama.
Ditahun 1920 M hingga 1923 M, ia belajar dalam pesantren Syeikh Haji Abdul malik, Gobah Ladang Lawas, Bukit Tinggi.
Ditahun 1920 M hingga 1923 M, ia belajar dalam pesantren Syeikh Haji Abdul malik, Gobah Ladang Lawas, Bukit Tinggi.
Masih belum puas juga dengan ilmu yang didapatkan dari ulama-ulama yang ada di Minangkabau, ia memperdalam ilmunya dengan pergi merantau ke kota Mekkah, dimulai tahun 1927 M hingga 1933. Selama enam tahun ia belajar di Mekkah, sekaligus menunaikan ibadah haji setiap tahunnya (7 kali) di sela-sela waktu belajarnya. Pada tahun 1930 ia diangkat menjadi staf sekretariat pada konsulat Belanda di Mekkah[4]. Kegiatan menuntut ilmu di Masjid Mekkah Al Mukarromah dengan ulama sebagai berikut:
Syeikh Sa'id Yamani, Mufti Mazhab Syafi'i ketika itu, kitab yang dipelajari adalah Kitab Mahalli, merupakan kitab fiqih Mazhab Syafi'i.
Syeikh Husein al Hanafi, Mufti Mazhab Hanafi ketika itu, kitab yang dipelajari adalah Kitab Shahih Bukhari (Hadits). Syeikh Ali al Maliki, Mufti Mazhab Maliki ketika itu, kitab yang dipelajari adalah Kitab Al Furuq, merupakan kitab (Ushul Fiqih). Syeikh Umar Hamdan, seorang ulama Mazhab Maliki, dengan ia mempelajari Kitab Al Muwatta Malik , karya Imam Malik Belajar Bahasa Inggris dengan guru asal Tapanuli bernama Ali Basya.
Kembali ke kampung halaman
Setelah pulang dari menuntut ilmu di Mekkah pada tahun 1933, ia mengambil bermacam-macam ilmu kepada Guru Besar, Maulana Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli, Candung, Bukit Tinggi, dan mendapat ijazah dari ia, kemudian ia pulang ke kampung halamannya di Minangkabau untuk meneruskan perjuangan ayahnya, mengajar di pesantren-pesantren yang ada di Minangkabau, walau kemudian ia lebih melebarkan sayapnya berkiprah di dunia yang lebih luas, yakni dunia pendidikan, keagamaan, juga dunia politik.
Tiga tahun setelah kepulangannya dari Mekkah ia mulai dikenal sebagai muballigh muda yang potensial sehingga menarik minat para ulama-ulama Tarbiyah Indonesia, organisasi keagamaan yang ada di Bukittinggi. Tak lama kemudian, ia terpilih sebagai ketua umum Tarbiyah Indonesia ketika berlangsungnya kongres ketiga organisasi tersebut di Bukittinggi pada tahun 1936. Ditangannya, Tarbiyah kian berkembang dan mulai merambah ke dunia politik.
Ia menghembuskan napas terkahirnya di usia 75 tahun pada tanggal 5 Agustus 1980 setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo akibat serangan jantung yang ia derita. Saat pemakaman tampak perhatian warga Tarbiyah yang begitu besar. Jasadnya dimakamkan dipemakman Tanah Kusir Jakarta Selatan, yang dihadiri wakil presiden Republik Indonesia Adam Malik. Ia meninggalkan seorang istri dan dua anak; Sofyan (almarhum) dan Fuadi.
Selain sebagi kutua umum Tarbiyah ia juga mendirikan organisasi politik "Liga Muslim Indonesia" bersama dengan K.H. Wahid Hasyim.
Kitab & Buku Karangan
Kitab & Buku Karangan
Kiai Sirajuddin lebih banyak aktif menulis, banyak judul buku yang telah ia hasilkan[2]. Karyanya yang paling terkenal ialah I'itiqad Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan 40 Masalah Agama yang terdiri dari empat jilid. Hingga kini, keduanya menjadi rujukan utama mazhab Syafi'i di kalangan ulama dan santri Indonesia.
Sebahagian karya ilmiah Sirajuddin Abbas ditulis dalam bahasa Arab dan sebagian lagi dalam bahasa Indonesia.
Dalam bahasa 'arab antara lain :
- Sirajul Munir, (Fiqih 2 jilid
- Bidayatul Balaghah, (Bayan) 1 jilid
- Khulasah Tarikh Islami, (Sejarah Islam) 1 jilid
- Ilmul Insya', 1 jilid.[5]
- Sirajul Bayan fi Fihrasati Ayatil Qur'an, 1 jilid
- Ilmun Nafs, 1 Jilid
Buku-buku tersebut dikarang oleh ia dari tahun 1933-1937, buku No.2 dan No.3 sudah dicetak berulang-ulang sampai dengan 7 dan 6 kali cetakan.
Dalam bahasa Indonesia antara lain :
- I'tiqad Ahlussunnah Wal Jama'ah, tebal 422 halaman
- Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi'i, tebal 272 halaman
- 40 masalah agama-Jilid I, tebal 353 halaman
- 40 masalah agama-Jilid II, tebal 324 halaman
- 40 masalah agama-Jilid III, tebal 395 halaman
- 40 masalah agama-Jilid IV, tebal 495 halaman
- Kumpulan soal jawab keagamaan, tebal 328 halaman
- Kitab fiqih ringkas, tebal 217 halaman
- Perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, tebal 60 halaman
- Thabaqatus Syafi'iyah, tebal 504 halaman