Pada saat ini, zaman sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dapat kita lihat, fenomena modernisasi masyarakat yang terjadi sangat cepat. Peralihan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan secara tradisional pada zaman dahulu mulai ditinggalkan. Masyarakat tumbuh dan berkembang dengan kebiasaan baru, dengan teknologi yang lebih maju. Tidak dapat dipungkiri, di era zaman modern ini teknologi memang mengalami banyak kemajuan dan hal tersebut cukup berdampak bagi kehidupan masyarakat saat ini. Disamping kemajuan teknologi yang memiliki dampak positif seperti kemudahan berkomunikasi, dan mencari ilmu ternyata kemajuan teknologi saat ini juga memiliki dampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut yaitu menyebarnya informasi palsu atau yang sering kita sebut dengan hoax. Informasi palsu yang tidak diketahui bersumber dari mana tersebut, dengan mudahnya menyebar dari satu penerima kemudian diteruskan melalui pesan singkat media sosial secara masal kepada group chat ataupun melalui pesan pribadi.
Informasi mengenai suatu isu/berita yang disebarkan melalui media sosial tersebut biasanya mengenai berita atau isu tentang suatu peristiwa bencana, isu politik, bahkan yang lebih parahnya lagi mengenai perintah menjalankan suatu amalan yang dapat dilakukan umat islam pada bulan-bulan tertentu yang melibatkan dalil atau hadis yang tidak diketahui secara pasti kebenarannya. Apabila dilihat dari segi positif yang ditimbulkan, memang penyebaran pesan tersebut memiliki dampak baik karena berisi pesan yang bertujuan mengingatkan pembacanya untuk melaksanakan suatu amalan tertentu. Seperti contohnhya puasa-puasa sunah, membaca suatu surah al-quran, dan masih banyak amalan-amalan lainnya.
Dengan membaca pesan tersebut, Sebagian dari mereka kemudian ada yang tertarik untuk ikut serta mengamalkan amalan dan ada juga yang hanya sekedar tertarik untuk ikut serta menyebarluaskan pesan dengan keyakinan bahwa hanya dengan mengingatkan pesan tersebut mereka akan mendapatkan pahala atau kebaikan lain yang dijelaskan pada akhir pesan. Dari kebanyakan hadis maudhu, memiliki daya tarik tersendiri bagi pembacanya karena isinya cenderung melebih-lebihkan. Ini yang menjadi salah satu faktor pendorong masyarakat dengan sukarela menyebarluaskan hadis maudhu tersebut. Namun sayangnya, masyarakat tidak mencari tahu terlebih dahulu mengenai isi yang disampaikan. Mereka menerima dan mempercayai secara mentah informasi yang diberikan. Informasi amalan yang tertera dalam pesan yang disebarkan biasanya memang benar. Namun yang masih menjadi perbincangan adalah mengenai dalil-dalil yang ikut serta dicantumkan. Dalil yang seolah-olah disandarkan kepada nabi Muhammad SAW namun masih diragukan kebenarannya. Sebagai salah satu contoh pesan yang mengandung hadis palsu seperti yang dikutip dari halaman website MAHA oleh Dayan Fithoroini yaitu kurang lebih sebagai berikut :
“Assalamu’alaikum cuma mau mengingatkan bahwa kalau sekarang ini sudah masuk bulan Sya’ban dan malam nisfu Sya’ban jatuhnya pada tanggal 5 juli tepatnya jum’at malam (tutup buku amalan). Jadi, sebelum terlambat jika ada salah saya ingin meminta maaf baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Rasulullah SAW bersabda: barangsiapa mengingatkan kedatangan bulan Sya’ban ini, haram api neraka baginya.”
Tidak hanya pada bulan Sya’ban saja, pada bulan-bulan lain seperti Rajab, syafar, dan bulan-bulan lain sering kita jumpai pesan yang penyusunan kalimatnya hampir sama. Hanya nama bulannya saja yang diubah. Dari contoh diatas, hadis yang dicantumkan dalam pesan singkat tersebut merupakan sebuah hadis palsu atau hadis maudhu. Sedangkan pengertian hadis maudhu sendiri yaitu suatu perkataan, perbuatan, taqrir, dan sifat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad secara dusta/ bohong. Dalam hal ini suatu hadis tersebut tidak pernah keluar dari Nabi Muhammad SAW baik dari segi perkataan, perbuatan, taqrir, tetapi disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dan hukum meriwayatkan maupun menyebarluaskan secara sengaja hadis palsu atau maudhu tersebut adalah haram. Menyebarluaskan hadis palsu sudah jelas dilarang oleh agama islam. Rasulullah pernah memperingatkan kepada orang-orang yang berdusta atas nama Beliau melalui sabdanya yang berbunyi: “Sesungguhnya pembohongan atas namaku tidak seperti pembohongan atas siapapun. Siapa yang berbohong atas namaku, maka dia dengan sengaja menyiapkan tempatnya dalam neraka.” Dari sabda Nabi Muhammad SAW tersebut sudah jelas, bahwa seseorang yang dengan sengaja membuat atau menyebarluaskan suatu hadis yang disandarkan kepada Beliau hukumannya adalah neraka.
Berbicara mengenai hadis palsu atau maudhu, tanpa kita sadari, fenomena penyebarluasan hadis maudhu atau hadis palsu lewat media sosial sudah menjadi hal yang biasa. Bagi kaum awam yang tidak begitu paham membedakan mana hadis dengan kategori hadis yang sahih dan hasan dan mana hadis dengan kategori maudhu akan mudah percaya dan menganggap bahwa hadis tersebut merupakan hadis yang benar. Mereka tanpa sadar telah ikut serta menyebarluaskan suatu tanpa mengetahui kategori hadis tersebut. Dan hal ini menjadi masalah besar karena tanpa sadar kita telah berdusta dengan mengatasnamakan Rasulullah SAW. Dalam hal ini, urgensi dalam mempelajari atau memahami sebuah hadis sangat diperlukan. Pengetahuan untuk membedakan mana hadis yang sahih atau hasan dan mana hadis yang dikategorikan sebagai hadis maudu atau palsu. Dengan memahami mana hadis yang dikategorikan sebagai hadis maudhu, maka seseorang tidak akan dengan mudahnya percaya mengenai hadis yang ia dapatkan. Dan besar kemungkinan, seseorang tersebut tidak akan ikut andil dalam menyebarluaskan pesan-pesan singkat di media sosial yang sering marak dijumpai menjelang bulan-bulan istimewa agama islam seperti bulan Sya’ban misalnya dan masih banyak bulan-bulan lainnya.
Sebenarnya, terdapat cara yang dapat kita lakukan untuk menghindari penyebaran hadis maudhu lewat media sosial. Yang pertama yaitu membaca dengan cermat dan teliti mengenai isi yang dipaparkan oleh pesan tersebut. Apabila terdapat suatu dalil/hadis yang mencurigakan dan asing untuk didengar atau mungkin bahkan sampai menggunakan isi yang melebih-lebihkan sampai tidak bisa diyakini oleh akal pikiran maka kita bisa mencari informasi mengenai hadis tersebut kepada orang yang lebih paham di bidang hadis. Dengan hal ini, setidaknya dapat mengurangi jumlah penyebarluasan hadis palsu/maudhu.
Dari fenomena penyebarluasan hadis palsu yang sudah dipaparkan sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa mempelajari, memahami dan mengetahui hadis maudhu atau hadis palsu sangat penting. Di era zaman dengan teknologi yang canggih ini, penyebaran informasi sangat cepat. Dan tidak menutup kemungkinan, informasi yang tersebar di media sosial bisa merupakan informasi yang salah. Kita harus bisa bersikap selektif agar tidak mudah mempercayai informasi yang kita terima apalagi dalam konteks ilmu agama seperti contohnya mengenai hadis maudhu tersebut.
Penulis : Falah Sadjida
Editor : Altri Ramadoni, S.Pd.I